PENDAHULUAN DAN RUANG
LINGKUP MANAJEMEN SDM
1. Pengertian
Manajemen
Manajemen
berasal dari kata kerja to manage yang arti nya mengurus,
mengatur, melaksanakan dan mengelola.
Makna manajemen
dalam kehidupan sehari-hari dapat dibedakan kedalam tiga pengertian, yaitu :
1.
Manajemen sebagai proses, yaitu proses
pencapaian tujuan bersama melalui kegiatan orang lain yang dibimbing dan
dikemdalikan.
2.
Manajemen yang dilakukan secara
objektik,yang berarti sebagai lembaga atau organisasi.
3.
Manajemen sebagai ilmu (science)
dan sekaligus juga sebagai seni (art).
Dan pendapat para
pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen mengandung beberapa komponen
atau unsur, yaitu:
a. Ada
tujuan yang ingin dicapai.
b. Ada
kegiatan perencanaan yang dilakukan.
c. Ada
kegiatan pengorganisasian.
d. Ada
kegiatan pengarahan.
e. Ada
kegiatan pengkoordinasian.
f. Ada
kegiatan pengendalian.
2. Fungsi-Fungsi
Manajemen
Dalam
Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di dalamnya. Pada
umumnya ada empat (4) fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu :
1.
Fungsi Perencanaan
(Planning)
Fungsi perencanaan adalah
suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai
rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut.
2.
Fungsi Pengorganisasian
(Organizing)
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan
pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki
perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai
tujuan perusahaan.
3.
Fungsi Pengarahan
(Directing)
Fungsi pengarahan adalah
suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis,
dan lain sebagainya.
4.
Fungsi Pengendalian
(Controlling)
Fungsi pengendalian adalah
suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk
kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan.
Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing
(pembentukan staf). Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan
mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil
manajemen yang maksimal.
3. Pengertian Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia
atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola
dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju
tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan
berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti
sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena
itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil
penjurusan industri dan organisasi.
Sebagai ilmu, SDM
dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam
bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat
struktur SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen,
sementara manusia-nya sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu
psikologi.
Pengertian manajemen
sumber daya manusia
MSDM adalah penarikan,
seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan SDM untuk mencapai
tujuan-tujuan baik individu maupun organisasi.
Menurut Agus Suntoyo (2008,
hl 5), Manajemen Sumber
Daya Manusia dapat didefinisikan sebagai serangkaian tindakan dalam hal
pemikiran, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan pengembangan sumber daya
manusia-bukan sumber dayanya yang lainnya-untuk mencapai tujuan, baik tujuan
individu, maupun organisasi.
Sedangkan Manajemen
Personalia (MP) yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas sumberdayanya
manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah untuk memberikan kepada organisasi
suatu kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu, studi tentang manajemen
personalia menunjukan bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan,
mengembangkan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas)
dan susunan keterampilan (kualitas) yang tepat.
Manajemen Sumber Daya
Manusia dengan Manajemen Personalia jelas terdapat perbedaan didalam ruang
lingkup dan tingkatannya. MSDM mencakup permasalahan yang berkaitan dengan
pengembangan, penggunaan dan perlindungan sumber dayanya manusia.
Sedangkan Manajemen
Personalia lebih banyak berkaitan dengan sumber dayanya manusia yang sudah
berada dalam organisasi (perusahaan). Tugas manajemen personalia adalah
mempelajari dan mengembangkan cara-cara agar unsur manusia dapat secara efektif
diintegrasikan kedalam berbagai unit organisasi guna mencapai tujuan dari
organisasi itu.
Dapat disimpulkan
secara keseluruhan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu desain
sistem yang formal di dalam suatu organisasi, untuk menjamin tercapainya
tingkat efisiensi dan efektifitas dalam pemanfaatan dan penggunaan kemampuan
dan kompetensi manusia untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Fungsi-Fungsi
Operasional SDM
Fungsi operasional
dalam Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan basic (dasar) pelaksanaan proses
MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan.
Fungsi operasional tersebut terbagi 8 (delapan), secara singkat sebagai berikut :
1.
Perencanaan
(Planning) adalah proses penentuan langkah-langkah
yang akan dilakukan di masa datang. Fungsi perencanaan meliputi :
a.
Menganalisis pekerjaan yang ada.
b.
Menyusun uraian pekerjaan.
c.
Menyusun persyaratan pekerjaan.
d.
Menentukan sumber-sumber penarikan SDM.
2. Pengadaan (Procrutment) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi
untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Fungsi
pengadaan meliputi :
a. Mengumumkan dan menerima surat lamaran.
b. Melakukan seleksi.
c. Melakukan orientasi dan pelatihan pratugas.
d. Pengangkatan SDM.
e. Penempatan SDM
3. Pengembangan (Development) adalan proses peningkatan ketrampilan teknis, teoristik, konseptual
dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Fungsi pengembangan
meliputi :
a.
Penilaian prestasi kerja.
b.
Perencanaan karir.
c.
Pendidikan dan pelatihan.
d.
Pemberian tugas.
e.
Mutasi dan promosi.
f.
Motivasi dan disiplin kerja.
4. Kompensasi (Compesation) adalan pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung
(inderct), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang
diberikannya kepada perusahaan. Fungsi kompensasi meliputi :
a.
Penggajian dan pengupahan.
b.
Pemberian tunjangan-tunjangan.
c.
Pangkat dan jabatan.
d.
Pemberian penghargaan.
5. Pengintegrasian (Integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan
kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling
menguntungkan.
6. Pemeliharaan (Maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,
mental dan loyalitas karyawan, agar mereka bekerja sama sampai pensiun. Fungsi
pemeliharaan meliputi :
a.
Pemeliharaan kebugaran fisik dan jiwa
raga.
b.
Pemeliharaan keamanan dan keselamatan
kerja.
c.
Pemberian jaminan perumahan.
d.
Pemeliharaan kesehatan.
e.
Pemeliharaan kesejahteraan rumah tangga
SDM.
7. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan
dan norma-norma social.
8. Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahan. Dalam
fungsi ini manajer SDM mengatur hak-hak para pensiun yang dapat diberikan
kepada mereka yang telah berjasa besar terhadap perusahaan.
5. Variabel-Variabel
Lain yang Mempengaruhi Keberhasilan Organisasi
Dari uraian di atas
dapat diketahui selain keadilan dalam mengelola SDM keberhasilan organisasi
juga di pengaruhi oleh karakteristik organisasi, karakteristik pekerjaan,
karakteristik individu, sikap dan perilaku karyawan, secara langsung maupun
tidak langsung
1. Karakteristik Individu
Karakter individu
terdiri atas jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, masa kerja, status
perkawinan,, jumlah tanggungan, dan posisi, peneliti peneliti dalam bidang
manajemen SDM dan perilaku organisasi banyak melakukan penelitian tentang
hubungan karakteristik individu dengan sikap dan perilaku karyawan
(panggabean,2001;2002)
2. Karakteristik Organisasi
Karakteristik
organisasi meliputi kompleksitas , formalisasi ,dan sentralisasi kompleksitas
mencerminkan jumlah unit yang ada dalam organisasi formalisasi merujuk kepada
banyaknya pelaksanaan tugas yang bersandarkan kepada peraturan , sedangkan
sentralisasi di definisikan sebagai siapa yang dapat mengambil
keputusan (pemimpin atau pelaksana) sentralisasi ada jika keputusan di tangan
pemimpin, sebaliknya akan di katakana ada desentralisasi jika jawaban tentang
apa, bagaimana, kapan, dan dengan siapa pekerjaan akan dilaksanakan diputuskan
oleh pelaksana semakin banyak pertanyaan itu dapat di jawab sendiri oleh
pelaksana maka semakin dapat dikatakan ada desentralisasi, bagaiman pengaruh karakteristik
organisasi terhadap sikap dan perilaku karyawan banyak di lakukan oleh para
peneliti di bidang teori organisasi dan perilaku organisasi (Melcher 1976)
3. Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik
pekerjaan terdiri atas keanekaragaman tugas, identitas tugas, keberartian
tugas,otonomi dan umpan balik berbagai penelitian dalam bidang manajemen
SDM dan perilaku organisasi banyak meneliti hubungan antara karakteristik
tugas dan perilaku.
Berikut dibahas
pengertian dari masing masing konsep :
a.
Keanekaragaman Tugas
Merujuk kepada adanya
kemungkinan bagi karyawan untuk melaksanakan kegiatan , prosedur, dan bahkan
peralatan yang berbeda pekerjaan yang beraneka ragam biasanya di pandang
sebagai pekerjaan yang menantang karena mereka menggunakan keterampilan.
b.
Identitas Tugas
Memungkinkan karyawan
mengerjakan sebuah pekerjaan secara menyeluruh sangat terspesialisasi cenderung menciptakan
tugas yang rutin dan mengakibatkan seseorang hanya mengerjakan satu
bagian saja dari keseluruhan pekerjaan , hal ini menimbulkan adanya perasaan
tidak melakukan apa-apa oleh karena itu dengan memperluas tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan
mangerjakan seluruh pekerjaan berarti meningkatkan identitas tugas.
c.
Keberartian Tugas
Merujuk kepada
besarnya pengaruh dari pekerjaan yang di lakukan seseorang terhadap pekerjaan
orang lain. Sangat penting bagi seseorang untuk mempunyai perasaan melakukan
pekerjaan yang sangat berarti bagi perusahaan maupun masyarakat untuk itu
adalah penting apabila pemimpin memberitahukan di depan orang lain bahwa
pekerjaannya sangat berarti bagi perusahaan.
d.
Otonomi
Merujuk kepada adanya
ide bahwa karyawan dapat mengendalikan sendiri tugas tugasnya hal ini
penting untuk menimbulkan rasa tanggung jawab. Cara yang umum di pakai adalah melalui
manajemen berdasarkan sasaran karena dengan cara ini karyawan memiliki kesempatan untuk menentukan
sendiri tujuan pribadi dan tujaun kerjanya.
e.
Umpan balik
Merujuk kepada
informasi yang diterima oleh pekerja tentang seberapa baiknya ia melaksanakan
tugasnya. Penelitian tentang hubungan karakteristik pekerjaan dengan sikap dan perilaku
organisasi banyak dilakukan oleh peneliti di bidang MSDM dan perilaku
organisasi.
6. Sikap
Kerja
Didalam kamus bahasa
Indonesia menjelaskan sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan
pendirian (Wjs. Poerwadarminta,2002:944).
Sedangkan kerja adalah melakukan sesuatu (Wjs. Poerwadarminta, 2002:492).
Sedangkan kerja adalah melakukan sesuatu (Wjs. Poerwadarminta, 2002:492).
Loyal
adalah patuh, setia (Wjs. Poerwadarminta, 2002:609). Dari pengertian diatas,
kesimpulannya adalah suatu kecenderungan karyawan untuk pindah ke perusahaan
lain.
Menurut pengertian
dari Agus Maulana, sikap kerja karyawan adalah cara kerja karyawan didalam
mengkomunikasikan suasana karyawan kepada pimpinan ataupun perusahaan. Karyawan
merasakan adanya kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Fasilitas – fasilitas
yang diterima oleh karyawan sehingga karyawan mau bekerja sebaik mungkin dan
tetap loyal pada perusahaan, hendaknya perusahaan memberikan imbalan yang
sesuai kepada karyawannya. Semua itu tergantung pada situasi dan kondisi
perusahaan tersebut serta tujuan yang ingin dicapai.
Untuk itu perusahaan mengemukakan beberapa cara :
Untuk itu perusahaan mengemukakan beberapa cara :
a.
Gaji yang cukup.
b.
Memberikan kebutuhan rohani.
c.
Sesekali perlu menciptakan suasana
santai.
d.
Menempatkan karyawan pada posisi yang
tepat.
e.
Memberikan kesempatan pada karyawan
untuk maju.
f.
Memperhatikan rasa aman untuk menghadapi
masa depan.
g.
Mengusahakan karyawan untuk mempunyai
loyalitas.
h.
Sesekali mengajak karyawan berunding.
i.
Memberikan fasilitas yang menyenangkan.
(Nitisemito, 1991:167).
Sebab – sebab turunnya
loyalitas dan sikap kerja itu dikarenakan banyak sebab misalnya, upah yang
mereka terima tidak sesuai dengan pekerjaannya, tidak cocoknya dengan gaya
perilaku pemimpin, lingkungan kerja yang buruk dan sebagainya.
Untuk memecahkan
persoalan tersebut, maka perusahaan harus dapat menemukan penyebab dari
turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan pada prinsipnya
turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan oleh ketidakpuasan
para karyawan. Adapun sumber ketidakpuasan bisa bersifat material dan non
material yang bersifat material antara lain: rendahnya upah yang diterima,
fasilitas minimum. Sedangkan yang non material
antara lain: penghargaan sebagai manusia, kebutuhan – kebutuhan yang berpartisipasi dan sebagainya (S. Alex Nitisemito, 1991:167).
antara lain: penghargaan sebagai manusia, kebutuhan – kebutuhan yang berpartisipasi dan sebagainya (S. Alex Nitisemito, 1991:167).
Indikasi – indikasi
turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan antara lain :
1.
Turun/ rendahnya produktivitas kerja.
Turunnya produktivitas kerja ini dapat
diukur atau diperbandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas kerja yang
turun ini dapat terjadi karena kemalasan atau penundaan kerja.
2.
Tingkat absensi yang naik.
Pada umumnya bila loyalitas dan sikap
kerja karyawan turun, maka karyawan akan malas untuk datang bekerja setiap
hari. Bila ada gejala – gejala absensi naik maka perlu segera dilakukan
penelitian.
3.
Tingkat perpindahan buruh yang tinggi.
Keluar masuknya karyawan yang meningkat
tersebut terutama adalah karena tidak senangnya para karyawan bekerja pada
perusahaan. Untuk itu mereka berusaha mencari pekerjaan lain yang dianggap
sesuai. Tingkat perpindahan buruh yang tinggi selain dapat menurunkan
produktivitas kerja, juga dapat mempengaruhi kelangsungan jalannya perusahaan.
4.
Kegelisahan dimana – mana.
Loyalitas dan sikap kerja karyawan yang
menurun dapat menimbulkan kegelisahan sebagai seorang pemimpin harus mengetahui
bahwa adanya kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidak terangan dalam
bekerja, keluh kesah serta hal – hal yang lain.
5.
Tuntutan yang sering terjadi.
Tuntutan yang sebetulnya merupakan
perwujudan dan ketidakpuasan, dimana pada tahap tertentu akan menimbulkan
keberanian untuk mengajukan tuntutan.
6.
Pemogokan.
Tingkat indikasi yang paling kuat
tentang turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan adalah pemogokan. Biasanya
suatu perusahaan yang karyawannya sudah tidak merasa tahan lagi hingga
memuncak, maka hal itu akan menimbulkan suatu tuntutan, dan bilamana tuntutan
tersebut tidak berhasil, maka pada umumnya para karyawan melakukan pemogokan
kerja. (S. Alex Nitisemito,1991:163 – 166).
Pada kategori usia
para karyawan yang berbeda menunjukkan aksentuasi loyalitas yang berbeda pula
seperti uang diuraikan berikut ini :
1.
Angkatan kerja yang usianya di atas lima
puluh tahun menunjukkan loyalitas yang tinggi pada organisasi. Mungkin alasan –
alasan yang menonjol ialah bahwa mereka sudah mapan dalam kekaryaannya,
penghasilan yang memadai, memungkinkan mereka menikmati taraf hidup yang
dipandangnya layak. Banyak teman dalam organisasi, pola karirnya jelas, tidak
ingin pindah, sudah “terlambat” memulai karier kedua, dan dalam waktu yang
tidak terlalu lama akan memasuki usia pensiun.
2.
Tenaga kerja yang berada pada kategori
usia empat puluhan menunjukkan loyalitas pada karir dan jenis profesi yang
selama ini ditekuninya. Misalnya, seseorang yang menekuni karir di bidang
keuangan akan cenderung “ bertahan” pada bidang tersebut meskipun tidak berarti
menekuninya hanya dalam organisasi yang sama. Karena itu pindah ke profesi
lain, tetapi bergerak di bidang yang sama, bukanlah merupakan hal yang aneh.
Barangkali alasan pokoknya terletak pada hasrat untuk benar – benar mendalami
bidang tertentu itu karena latar belakang pendidikan dan pelatihan yang pernah
ditempuh, bakat, minat, dan pengalaman yang memungkinkannya menampilkan kinerja
yang memuaskan yang pada gilirannya membuka peluang untuk promosi, menambah
penghasilan, dan meniti karir secara mantap.
3.
Tenaga kerja dalam kategori 30 – 40
tahun menunjukkan bahwa loyalitasnya tertuju pada diri sendiri. Hal ini dapat
dipahami karena tenaga kerja dalam kategori ini masih terdorong kuat untuk
memantapkan keberadaannya, kalau perlu berpindah dari satu organisasi ke
organisasi lain dan bahkan mungkin juga dari satu profesi ke profesi lain. Di
samping itu pula didukung oleh tingkat kebutuhan yang semakin lama semakin
meningkat tetapi tidak diimbangi dengan pemasukan yang cukup sehingga banyak
para pekerja yang mencari pekerjaan lain yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari – hari.
4.
Bagi mereka yang lebih muda dari itu,
makna loyalitas belum diserapi dan kecenderungan mereka masih lebih mengarah
kepada gaya hidup santai, apabila mungkin disertai dengan kesempatan “berhura –
hura” Pada kenyataan sehari – hari banyak sekali terjadi kecurangan –
kecurangan yang dilakukan oleh para karyawan yang umumnya mempunyai umur
relatif muda hal itu juga dipicu oleh tingkat angan – angan yang tinggi, tetapi
tidak diiringi oleh tingkat kerajinan yang tinggi dari dalam dirinya sendiri,
oleh karena itu tingkat penganggguran semakin lama semakin meningkat (S. Alex
Nitisemito, 1991:170-171).
7. Perilaku
Karyawan
Perilaku adalah
tingkah laku yang terdiri atas tingkah laku yang tidak dapat dari luar,
misalnya keinginan untuk pindah (intent to leave) dan ada yang dengan
jelas dilihat dari luar, misalnya perputaran tenaga kerja dan ketidakhadiran.
Dari teori dapat
diketahui bahwa ketidakpuasan atau kepuasan yang rendah akan meningkatkan
perputaran tenaga kerja dan ketidakhadiran.
Konsep-konsep ini
paling sering digunakan untuk memahami semangat kerja karyawan (Talacchi,
1960). Berikut diuraikan cara pengukurannya :
1. Perputaran Tenaga Kerja
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perputaran tenaga kerja sudah pernah
dbahas dalam bab sebelumnya dimana datanya dapat diperoleh dari bagian
personalia, namun karena untuk memperoleh data dari masing-masing karyawan yang
dijadikan responden dalam penelitian pada umumnya sukar untuk diperoleh, maka
untuk itu digunakan konsep perilaku yang tidak langsung dapat dilihat yaitu
keinginan untuk pindah (intent to leave).
2.
Keinginan
untuk Pindah
Keinginan untuk pindah dapat diukur dengan mengembangkan.
3.
Ketidakhadiran
Dari uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa ketidakhadiran adalah
kegagalan untuk hadir ditempat kerja pada hari kerja. Faktor-faktor penyebab
perilaku ini banyak diteliti karena dapat mempengaruhi prestasi kerja.
4.
Hubungan
Ketidakhadiran dengan Kepuasan Kerja
Penelitian tentang hubungan ketidakpuasan dengan ketidakhadiran adalah
rumit. Pandangan tradisional mengemukakan bahwa ketidakhadiran disebabkan oleh
ketidakpuasan (Porter and Steers, 1973), namun kemudian para peneliti
mengemukakan bahwa ketidakhadiran yang menyebabkan ketidakpuasan kerja (Goodman
and Atkin, 1984; Rhodes and Steers, 1990). Sehingga akhirnya ada pula yang
mengemukakan bahwa hubungannya timbal balik (Clegg, 1983) dimana ia berpendapat
bahwa dengan menggunakan beberapa pengujian yang berkelanjutan (few longitudinal
test) ditemukan bahwa ketidakhadiran lebih sering mempengaruhi
ketidakpuasan dan tidak sebaliknya.
5.
Hubungan
Ketidakhadiran dengan Prestasi Kerja
Selain dengan kepuasan kerja, ketidakhadiran juga mempunyai hubungan yang
negatif dengan prestasi kerja. Bycio (1992)
mengemukakan bahwa ketidakhadiran dapat mengakibatkan rendahnya kinerja.
6.
Hubungan
Ketidakhadiran dengan Gaya Kepemimpinan.
John dan Nicholson (1982)
mengemukakan bahwa ketidakhadiran dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan terhadap
ketidakhadiran itu. Para pemimpin akan memberikan sanksi pada karyawan yang
jarang masuk dan akan mengurangi pemberian penghargaan kepada mereka.
7.
Pengaruh
Karakteristik Individu dan Kerumitan Pekerjaan Terhadap Hubungan Kepuasan Kerja
dengan Ketidakhadiran, Prestasi Kerja dan Gaya Kepemimpinan.
Hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran pada umumnya dapat
dipengaruhi oleh karakteristik individu, misalnya usia dan masa kerja
(Nicholson, 1977), kerumitan pekerjaan (House dan Mitchell, 1974), dan gaya
kepemimpinan (Clegg, 1983). Gaya kepemimpinan yang mendukung (supportive
leadership) dapat menurunkan ketidakhadiran bagi pekerjaan yang sederhana
dibandingkan dengan yang rumit.
8.
Alat ukur yang
Digunakan.
Terlepas dari apakah sebagai penyebab atau sebagai akibat, ketidakhadiran,
sebagaimana halnya dengan keinginan untuk pindah, konsep ini juga perlu diukur
dengan sejumlah pertanyaan jika data ketidakhadiran dari masing-masing
responden sulit untuk diperoleh.
Hammer dan Landau,
1982; Harisson dan Hulin, 1989 mengukur ketidakhadiran dengan menggunakan tiga
macam data, yaitu :
1.
Waktu yang hilang (jumlah jam
ketidakhadiran yang tidak dicatat).
2.
Frekuensi (jumlah waktu ketidakhadiran
yang tidak tercatat).
3.
Ketidakhadiran yang tercatat (jumlah
ketidakhadiran), data yang dipakai adalah data selama 12 bulan.
8. Semangat Kerja
Hasley(2001) menyatakan bahwa semangat kerja atau moral kerja
itu adalah sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang karyawan untuk
menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa menambah keletihan, yang
menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam kegiatan-kegiatan dan
usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan tidak mudah kena pengaruh
dari luar, terutama dari orang-orang yang mendasarkan sasaran mereka itu atas
tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan pemimpin perusahaan itu terhadap
dirinya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya darinya dan memberi
sedikit mungkin.
Aspek-aspek Semangat Kerja :
Aspek-aspek semangat kerja perlu untuk dipelajari karena
aspek-aspek ini mengukur tinggi-rendahnya semangat kerja.
Menurut Maier (1999, hl 184), ada empat aspek yang menunjukkan
seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi, yaitu:
seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi, yaitu:
1.
Kegairahan.
Seseorang yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi dan dorongan bekerja. Motivasi tersebut akan terbentuk bila seseorang memiliki keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Yang lebih dipentingkan oleh karyawan adalah seharusnya bekerja untuk organisasi bukan lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa seseorang dengan gaji yang tinggi masih juga berkeinginan untuk pindah bekerja di tempat lain. Seseorang yang benar-benar ingin bekerja, akan bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawasan dari atasannya dan juga mereka akan bekerja bukan karena perasaan takut tetapi lebih pada dorongan dari dalam dirinya untuk kerja yang tinggi akan menganggap bekerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan bukan hal yang menyengsarakan.
Seseorang yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi dan dorongan bekerja. Motivasi tersebut akan terbentuk bila seseorang memiliki keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Yang lebih dipentingkan oleh karyawan adalah seharusnya bekerja untuk organisasi bukan lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa seseorang dengan gaji yang tinggi masih juga berkeinginan untuk pindah bekerja di tempat lain. Seseorang yang benar-benar ingin bekerja, akan bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawasan dari atasannya dan juga mereka akan bekerja bukan karena perasaan takut tetapi lebih pada dorongan dari dalam dirinya untuk kerja yang tinggi akan menganggap bekerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan bukan hal yang menyengsarakan.
2.
Kekuatan
untuk melawan frustasi.
Aspek ini menunjukkan adanya kekuatan seseorang
untuk selalu konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya
dalam bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya
tidak akan memilih sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam
pekerjaannya.
3.
Kualitas untuk bertahan.
Aspek ini tidak langsung menyatakan seseorang
yang mempunyai semangat kerja yang tinggi maka tidak mudah putus asa dalam
menghadapi kesukaran-kesukaran di dalam pekerjaannya. Ini berarti adanya
ketekunan dan keyakinan penuh dalam dirinya. Gaji ataupun insentif yang tinggi
yang diberikan oleh perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja karyawan, dan
berpikir panjang jika ingin keluar dari perusahaan.
Keyakinan ini menunjukkan bahwa seseorang yang
mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa yang akan datang dengan
baik, hal inilah yang meningkatkan kualitas untuk bertahan. Ketekunan
mencerminkan seseorang memiliki kesungguhan dalam bekerja.
4.
Semangat kelompok.
Semangat kelompok menggambarkan hubungan antar
karyawan. Dengan adanya semangat kerja maka karyawan akan saling bekerja sama,
tolong-menolong, dan tidak saling bersaing untuk menjatuhkan. Semangat kerja
menunjukkan adanya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain agar orang
lain dapat mencapai tujuan bersama. Lingkungan kerja yang baik, menciptakan
suasana kerja yang baik pula, kebersamaan diantara karyawan dengan membagi
pekerjaan secara adil mampu meningkatkan semangat kerja bagi karyawan itu sendiri.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_manusia diakses tanggal 5 Oktober 2019
pukul 20.15 WIB
https://dewirosdyana.wordpress.com/2013/12/28/pendahuluan-dan-ruang-lingkup-manajemen-sumber-daya-manusia/ diakses tanggal 5 OKtober 2019 pukul
20.15 WIB
0 komentar:
Posting Komentar