PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
1. Pengertian
Pemutusan Hubungan Kerja
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan
sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini
singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di
atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK
dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan
pengertian dipecat.
2.
Sebab-sebab PHK
Sebab-sebab PHK
Terdapat bermacam-masam alasan PHK, dari mulai pekerja mengundurkan diri,
tidak lulus masa percobaan hingga perusahaan pailit. Selain itu:
·
Pekerja
melakukan kesalahan berat
·
Pekerja
melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan
·
Pekerja
mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
·
Pekerja menerima
PHK meski bukan karena kesalahannya
·
Pernikahan antar
pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
·
PHK Massal –
karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
·
Peleburan,
penggabungan, perubahan status
·
Perusahaan
pailit
·
Pekerja
meninggal dunia
·
Pekerja mangkir
5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
·
Pekerja sakit
berkepanjangan
·
Pekerja memasuki
usia pensiun
3. Jenis-jenis
Pemutusan Hubungan Kerja
Jenis-jenis PHK menurut UU No. 13/2003 yang dapat kita
pelajari :
1) PHK yang dilakukan oleh pihak pengusaha.
Pihak pengusaha dapat saja melakukan PHK dalam beberbagai kondisi seperti
di bawah ini :
a. Apabila karyawan melakukan pelanggaran baik itu
pelanggaran terhadap peraturan perusahaan ataupun pelanggaran terhadap
perjanjian kerja. Untuk hal ini, biasanya PHK diberikan setelah pihak
perusahaan dalam hal ini pihak HR memberikan surat peringatan sebanayak 3 kali
berturut-turut (Pasal 161 ayat 3).
b. Apabila terdapat perubahan status perusahaan, adanya
penggabungan atau peleburan (pasal 163 ayat 2).
c. Apabila perusahaan dilikuidasi dan bukan disebabkan
akrena merugi (pasal 164 ayat 2).
d. Apabila karyawan mangkir kerja (pasal 168).
e. Apabila pengusaha (dalam hal ini perorangan) meninggal
dunia (pasal 61 ayat 4).
2) PHK oleh (inisiatif) pekerja
Dalam hal ini pekerja dapat berinisiatif untuk memutuskan hubungan kerja
berdasarkan :
a. Pengunduran diri (pasal 162)
b. Tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena adanya
perubahan status perusahaan, adanya penggabungan atau peleburan maupun
perubahan kepemilikan perusahaan (pasal 163 ayat 1).
c. Permohonan yang diajukan oleh karyawan kepada lembaga
PPHI (Penyelesaian Permasalahan Hubungan Industrial) oleh karena pengusaha
melakukan kesalahan dan kemudian terbukti benar bahwa ia bersalah. (pasal 169
ayat 2)
d. Permohonan pekerja dikarenakan sakit berkepanjangan
atau cacat total akibat kecelakaan kerja (pasal 172).
3) PHK (yang terjadi) demi hokum
Dalam hal ini, pemutusan hubungan kerja yang terjadi lebih kepada
berakhirnya masa kontrak sesuai dengan kesepakatan yang ada.
4) PHK oleh pengadilan
Dalam hal ini pemutusan hubungan kerja terjadi oleh karena karyawan
melakukan kesalahan yang berat (pasal 158).
Dengan demikian PHK bukan saja suatu Pemutusan Hubungan Kerja sepihak oleh
pengusaha dengan cara paksaan namun juga dapat melibatkan beberapa pihak.
4. Prosedur
Pemberhentian Hubungan Kerja
Pasal 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78
/Men/2001 tentang perubahan atas beberapa pasal Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Kep-150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan
uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan
menetapkan beberapa prosedur tentang pemutusan hubungan kerja dalam suatu
perusahaan.
Adapun prosedur untuk Pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut :
1) Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh
Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pengusaha dapat melakukan skorsing kepada
pekerja/buruh dengan ketentuan skorsing telah diatur dalam perjanjian kerja
atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
2) Dalam hal pengusaha melakukan skorsing sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pengusaha wajib membayar upah selama skorsing paling
sedikit sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah yang diterima
pekerja/buruh.
3) Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan dengan alasan yang jelas, dan kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan harus diberikan kesempatan membela diri.
4) Pemberian upah selama skorsing sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan.
5) Setelah masa skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) berakhir, maka pengusaha tidak berkewajiban membayar upah, kecuali
ditetapkan lain oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
5. Alasan PHK Dilakukan
Sebuah perusahaan yang baik biasanya memberikan surat peringatan tertulis
dulu kepada karyawan dulu jika dia membuat kesalahan. Kecuali memang kesalahan
karyawan itu tidak bisa diampuni seperti tindakan kriminal sehingga memaksa
perusahaan melakukan PHK. Walau itu tidak kita inginkan tapi itu adalah sesuatu
yang tidak bisa kita hindari.
Seperti yang dijelaskan diatas, pemahaman karyawan mengetahui peraturan phk
yang berlaku adalah mutlak di perlukan. Ini dapat membantu anda supaya
perusahaan tidak sewenang-wenang kepada anda dalam mengeluarkan surat phk
maupun pemberian pesangon .Dengan mengerti peraturan yang ada tentu ini sangat
membantu sekali bukan?
Contohnya adalah : Perusahaan melakukan PHK karena menduga karywan
melakukan kesalahan dan bahkan sama sekali tidak memberikan pesangon pasca PHK.
Hal ini tentu tidak boleh, perusahaan harus mengedepankan asas praduga tak
bersalah. Jadi perusahaan harus benar-benar memiliki bukti
sebelum memberikan surat PHK
6. Hak-hak
Karyawan setelah Pemberhentian
Sebagai pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja, mereka tetap
berhak mendapatkan hak-hak mereka , yang terdiri dari :
a. Uang Pesangon
Yang besarnya paling sedikit adalah sebagai berikut :
·
Masa kerja kurang
dari 1 tahun , 1 bulan upah
·
Masa kerja 1
tahun atau l ebih tetapi kurang dari 2 tahun , 2 bulan upah
·
Masa kerja 2
tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun , 3 bulan upah
·
Masa kerja 3
tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun , 4 bulan upah
·
Masa kerja 4
tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun , 5 bulan upah
·
Masa kerja 5
tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun , 6 bulan upah
·
Masa kerja 6
tahun atau lebih , 7 bulan upah.
b. Uang Penghargaan Masa Kerja
Yang besarnya adalah sebagai berikut :
·
Masa kerja 3
tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun , 2 bulan upah
·
Masa kerja 6
tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun , 3 bulan upah
·
Masa kerja 9
tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah
·
Masa kerja 12
tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun , 5 bulan upah
·
Masa kerja 15
tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah
·
Masa kerja 18
tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun , 7 bulan upah
·
Masa kerja 21
tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah
·
Masa kerja 24
tahun atau lebih 10 bulan upah.
c. Uang Ganti Kerugian
Ganti kerugian ini meliputi hal-hl sebagai berikut :
· Ganti
kerugian untuk istirahat tahunan yang belum diambil dan belum gugur
· Ganti
kerugian untuk istirahat panjang bilamana di perusahaan yang bersangkutan
berlaku peraturan istirahat panjang dan pekerja belum mengambil istirahat itu
menurut perbandingan antara masa kerja pekerja dengan masa kerja yang
ditentukan untuk dapat mengambil istirahat panjang
· Biaya atau
ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ketempat dimana pekerja diterima
kerja
· Penggantian
perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15% dari uang
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja, apabila masa kerjanya memenuhi
syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja
·
Hal-hal lain
yang ditetapkan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
7. Konsekuensi
Pemutusan Hubungan Kerja
Konsekuensi diberhentikannya karyawan atas keinginan perusahaan adalah
sebagai berikut :
1) Karyawan dengan status masa percobaan diberhentikan
tanpa memberi uang pesangon.
2) Karyawan dengan status kontrak diberhentikan tanpa
memberi uang pesangon.
3) Karyawan dengan status tetap, jika diberhentikan harus
diberi uang pesangon yang besarnya:
a. Masa kerja sampai satu tahun: 1 bulan upah bruto
b. Masa kerja 1 sampai 2 tahun: 2 bulan upah bruto
c. Masa kerja 2 sampai 3 tahun: 3 bulan upah bruto
d. Masa kerja 3 tahun dan seterusnya: 4 bulan upah bruto.
Sedangkan besarnya uang jasa sebagai berikut:
1. Masa kerja 5 s.d 10 tahun: 1 bulan upah bruto.
2. Masa kerja 10 s.d 15 tahun: 2 bulan upah bruto
3. Masa kerja 15 s.d 20 tahun: 3 bulan upah bruto
4. Masa kerja 20 s.d 25 tahun: 4 bulan upah bruto
5. Masa kerja 25 tahun keatas: 5 bulan upah bruto.
Biaya yang dapat dikategorikan sebagai kerugian dari PHK, menurut Balkin,
Meija, dan Cardy (1995:231) terdiri atas hal-hal berikut :
1) Biaya recruitment, meliputi:
· Mengiklankan
lowongan pekerjaan
· Menggunakan
karyawan recruitment yang profesional untuk mencari di berbagai lokasi
(termasuk di kampus-kampus) sehingga banyak yang melamar untuk bekerja
· Untuk mengisi
jabatan yang eksekutif yang tinggi secara teknologi diperlukan perusahaan
pencari yang umumnya mengenakan biaya jasa yang cukup tinggi yaitu sekitar 30%
dari gaji tahunan karyawan.
2) Biaya seleksi, meliputi :
·
Biaya
interview dengan pelamar pekerjaan
·
Biaya
testing / psikotes
·
Biaya untuk
memeriksa ulang referensi
·
Biaya
penempatan
3) Biaya pelatihan, meliputi :
·
Orientasi
terhadap nilai dan budaya perusahaan
·
Biaya training
secara langsung, seperti instruksi, diktat, material untuk kursus training
·
Waktu untuk
memberikan training
·
Kehilangan produktivitas
pada saat training
4) Biaya pemutusan hubungan kerja, meliputi :
·
Pembayaran untuk
PHK/pesangon untuk karyawan yang diberhentikan sementara tanpa kesalahan dari
pihak karyawan itu sendiri
· Karyawan tetap
menerima tunjangan kesehatan sampai mendapatkan pekerjaan baru (tergantung
kebijaksanaan perusahaan)
· Biaya asuransi
bagi karyawan yang di PHK, namun belum bekerja lagi (tergantung dari kebijakan
perusahaan)
· Wawancara
pemberhentian, merupakan wawancara terakhir yang harus dilalui karyawan dalam
proses PHK, tujuannya untuk mencari alasan mengapa tenaga kerja meninggalkan
perusahaan (jika PHK dilakukan secara sukarela) atau menyediakan bimbingan atau
bantuan untuk menemukan pekerjaan baru.
· Bantuan
penempatan merupakan program di mana perusahaan membantu karyawan mendapatkan
pekerjaan baru lebih cepat dengan memberikan training (keahlian) pekerjaan
·
Posisi yang
kosong akan mengurangi keluaran atau kualitas jasa klien perusahaan atau
pelanggan.
8. Larangan
Terhadap PHK
Masih dalam kaitan dengan pencegahan PHK, diatur pula larangan bagi
pengusaha melakukan PHK untuk alasan-alasan tertentu. Bila pengusaha melakukan
PHK, maka PHK tersebut batal demi hukum. Alasan-alasan PHK yang dilarang dan
batal demi hukum tersebut sesuai dengan Pasal 153 UUKK adalah :
a. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.
b. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena
memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan
agamanya.
d. Pekerja menikah.
e. Pekerja perempuan hamil.
f. Pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan
perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan kecuali telah diatur
dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
g. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus
Serikat Pekerja, pekerja melakukan kegiatan Serikat Pekerja di luar jam kerja,
atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha atau berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja
Bersama.
h. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib
mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
i.
Karena perbedaan
paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin,
kondisi fisik, atau status perkawinan.
j. Pekerja dalam
keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan
kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya
belum dapat dipastikan.
9. Macam
dan Persyaratan Pensiun
Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
berhak menerima pensiun pegawai, jikalau ia pada saat pemberhentiannya sebagai
pegawai :
1)Telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 Tahun dan
mempunyai masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 Tahun.
2)Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 4 Tahun dan
oleh badan / pejabat yang ditunjuk oleh departemen kesehatan berdasarkan
peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai negeri, dinyatakan tidak dapat
bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena keadaan jasmani atau rohani yang
tidak disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatannya.
3)Pegawai negeri yang setelah menjalankan suatu tugas
Negara tidak dipekerjakan kembali sebagai pegawai negeri, berhak menerima
pensiun pegawai apabila ia diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri
dan pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai negeri ia telah mencapai usia
sekurang-kurangnya 50 TH dan memiliki masa kerja untuk pensiun sekurang –
kurangnya 10 Tahun.
Persyaratan Pengurusan Pensiun :
a.
DPCP
b.
Foto kopi SK
CPNS dilegalisir
c.
Foto kopi SK
pangkat terakhir dilegalisir
d.
Foto kopi SK
jabatan terakhir
e.
Pas Foto 4 x 6
(5 lembar)
f.
Foto kopi surat nikah
dilegalisir
g.
Foto kopi akte
kelahiran anak di legalisir
h.
Foto kopi KARPEG
i.
DP3 tahun
terakhir rata-rata bernilai baik
j.
Surat pernyataan
tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan berat
10. Macam
Kompensasi Bagi Pensiunan
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja
karyawan tersebut pada organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun non
fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada karyawan sesuai dengan
pengorbanan yang telah diberikannya kepada organisasi / perusahaan tempat ia
bekerja.
Perusahaan dalam memberikan kompensasi kepada para pekerja terlebih dahulu
melakukan penghitungan kinerja dengan membuat sistem penilaian kinerja yang
adil. Sistem tersebut umumnya berisi kriteria penilaian setiap pegawai yang ada
misalnya mulai dari jumlah pekerjaan yang bisa diselesaikan, kecepatan kerja,
komunikasi dengan pekerja lain, perilaku, pengetahuan atas pekerjaan, dan lain
sebainya.
Para karyawan mungkin akan menghitung-hitung kinerja dan pengorbanan dirinya
dengan kompensasi yang diterima. Apabila karyawan merasa tidak puas dengan
kompensasi yang didapat, maka dia dapat mencoba mencari pekerjaan lain yang
memberi kompensasi lebih baik. Hal itu cukup berbahaya bagi perusahaan apabila
pesaing merekrut / membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena
dapat membocorkan rahasia perusahaan / organisasi.
Kompensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada organisasi /
perusahaan sebagai berikut di bawah ini :
·
Mendapatkan
karyawan berkualitas baik
·
Memacu pekerja
untuk bekerja lebih giat dan meraih prestasi gemilang
·
Memikat pelamar
kerja berkualitas dari lowongan kerja yang ada
·
Mudah dalam
pelaksanaan dalam administrasi maupun aspek hukumnya
·
Memiliki
keunggulan lebih dari pesaing / kompetitor
Macam-Macam / Jenis-Jenis Kompensasi Yang Diberikan Pada Karyawan :
1) Imbalan Ektrinsik
Imbalan ektrinsik yang berbentuk uang antara lain misalnya :
·
Gaji
·
Upah
·
Honor
·
Bonus
·
Komisi
·
Insentif
·
Upah, dll
Imbalan Ektrinsik yang bentuknya sebagai benefit / tunjangan
pelengkap contohnya seperti :
·
Uang cuti
·
Uang makan
·
Uang
transportasi / antar jemput
·
Asuransi
·
Jamsostek /
jaminan sosial tenaga kerja
·
Uang pensiun
·
Rekreasi
·
Beasiswa
melanjutkan kuliah, dsb.
2) Imbalan Intrinsik
Imbalan dalam bentuk intrinsik yang tidak berbentuk fisik dan hanya dapat
dirasakan berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi
lingkungan kerja, pekerjaan yang menarik, dan lain-lain.
Sumber :
https://daudydingga.wordpress.com/2014/01/07/manajemen-sdm-bab-7-14/ diakses tanggal 18 November 2019
pukul 21.13 WIB